SAAT TAK ADA YANG
MENGUATKANMU
Pernah kita jumpai suatu keadaan
yang rasanya sangat ingin kita tenggelam dan hilang dari dunia ini. Saat rasa
sakit yang begitu menderu, tak bisa ditahan, namun juga tak bisa dikeluarkan
untuk dibagi dengan yang lain. Kesakitan seorang diri, menangis seorang diri,
tak ada yang peduli, meski hanya menuturkan kalimat untuk basa basi. Mereka
yang tidak peka, atau kita yang terlalu pandai dalam memanipulasi suasana.
Semuanya terlihat baik-baik saja, tak ada yang aneh. Benarkah terlihat
baik-baik saja? Jangan-jangan semua itu “hanya” tampak seperti baik-baik saja
padahal senyatanya tidak? Ketidak baik-baik sajaan yang dipendam seorang diri
akan berujung sakit hati. Namun jika dibagi dengan yang lain. Dengan siapa kita
akan membagi? Dan sudikah mereka menerimanya dengan lapang dada. Ingat, bukan
kita seorang yang memiliki segudang masalah yang dapat dirasa. Yang menguras
air mata. Karna setiap orang yang terlihat baik-baik saja, belum tentu batinnya
juga demikian. Cukup katakan semuanya kepada-Nya. Karna seindah tempat untuk
kembali adalah kepada-Nya. Seluas tempat untuk mengeluh adalah dihadapan-Nya.
Yang tak akan pernah meninggalan kita sekalipun berulag kali kita
mengacuhkan-Nya. Yang hanya kita ajak bicara saat semua hal di dunia ini bisu
dan tak lagi mendengarkan kita. Sang pemilik keagungan cinta, yang terpaksa
menurunkan cobaannya hanya untuk mendekatkan kita kepada-Nya. Tidakkah kita
pernah berfikir bahwa semua kesusahan yang kita miliki adalah salah kita
sendiri? Semua air mata yang mengalir adalah karna ulah ita sendiri. Manusia
bodoh yang tak mau mendekat jika tidak dalam keadaan tercekat. Seharusnya kita
ingat, sipa yang selalu memberikan kita perlindungan saat tiaada lagi tempat
berlindung. Siapa yang memberikan naungan terindah saat seluruh dunia meras
jijik unuk menaungi. Siapa yang selalu ada untuk kita, sekalipun belum tentu
kita selalu mengingat-Nya. Haruskah kita diingatkan dengan cara yang terbilang
menyakitkan? Dengan ribuan cobaan, semisal. Tidak ingin bukan? Tak pernah Ia
meminta kita untuk menjadi sempurna. Tak pernah pula meminta kita untuk
senantiasa menjadikan waktu kita utuh untuk-Nya. Cukup dengan menjadikan-Nya
tempat berserah yan paling indah. Cukup menyebut nama-Nya dalam lirih nan ikhlas.
Cukup menaati segala yang telah ditetapkan oleh-Nya. Jika tidak dapat menjadi “yang
tersayang”, cukuplah untuk tidak menjadi “Sang Pembangkan”. Ingatlah kemana
kita akan kembali nantinya dan ingatlah kemana semua segala masalah itu
tercurah saat tiada lagi tempat yang sanggup menerima. Selalu jadikanlah Dia
yang utama, yang kita tuju lagi, dan yang kita tuju terus. Karna Dia tak akan
pernah meninggalkan kita, selama kepercayaan kita masih tetap utuh nan bulat
atas-Nya. Ia akan selalu dekat, selama kita tak menghalangi hati kita untuk
merasakan kehadiran-Nya. Ia tak pernah menjauh. Namun jika kita merasa bahwa Ia
meninggalkan kita dan menjauh, itu salah. Karna yang ada, bukan Ia yang
menjauh. Tapi kita.
0 komentar:
Posting Komentar